INTO THE WILD
Posted in
Friday, June 4, 2010
Paramount Vantage
Sutradara: Sean Penn
Pemain: Emile Hirsh, William Hurt, Maria Gay Harden, Catharine Keener
Penulis: Sean Penn
Sinematografer: Eric Gautier
Musik: Eddie Vedder
Durasi: 145 menit
MPAA Rating: R
Sean Penn sangat mencintai novel Into the Wild karangan Jon Krakauer rilis tahun 1996 ini dan sangat tersentuh ketika membacanya. Dia telah mendapat hak cipta untuk memfilmkan bukunya. Apa yang dia lakukan? Dia akan membuat kesan penonton tersentuh bagaimana seperti yang dialaminya ketika membaca bukunya. Semua orang mengetahui Sean Penn sebagai aktor berkelas—diluar kehidupan cintanya. Tetapi dia pernah menyutradarai The Indian Runner, The Crossing Guard dan The Pledge. Naskahnya ditulis sendiri, tidak akan mungkin terlalu melenceng dari bukunya kalau saja dia tidak ingin sekedar menggunakan frase Into the Wild sebagai judul. Dan mengenai pemindahan konsep dari hitam di atas putih menjadi gambar bergerak, inilah gambaran yang Penn baca. Dia sudah setia dalam hal ini.
Christopher McCandless (Emile Hirsh), seorang mahasiswa cerdas, baru saja lulus dari Emory University. Mungkin saja dia bisa melanjutkan ke Harvard dengan didukung tabungan yang dimilikinya. Namun, keadaan dan perilaku keluarganya yang menjengkelkan baginya membuatnya ingin mengasingkan diri, mencoba berbaur dengan alam dan mengalami sendiri bagaimana ia masuk ke dalam liarnya dunia. Dia sudah muak dengan tingkah kelompok-kelompok manusia. Berkelana ke utara sampai ke Alaska adalah tujuan untuk melampiaskan nafsunya. Tanpa uang, tanpa peta, tanpa jam tangan. Petualangan yang dialaminya bukan petualangan sembarangan. Terlalu banyak rintangan dan terlalu sedikit peralatan bagi seorang bocah yang dimanja orang tuanya selama ini. Selama perjalanan sebelum hidup sendiri di kedinginan, McCandless atau yang mempunyai nama petualang Alexander Supertramp, bertemu berbagai manusia beserta sifat-sifatnya. Petani kotor Wayne (Vince Vaughn), pasangan Rainey (Brian Dieker) dan Jan (Catharine Keener) yang walaupun hidup berkelana dengan sebuah van dan sedikit uang, tetapi dapat hidup cukup bahagia diantara cinta, pasangan aneh di tepi sungai—dengan seorang wanita yang selalu bertelanjang dada, seorang Joni Mitchell muda, Tracy T (Kristen Stewart), dan seorang kakek veteran Ron Franz (Hal Holbrook).
Akankah dia sampai ke tempat tujuan? Tentu saja. Film dibuka dengan adegan penuh salju di Alaska. Sebuah bab yang dinamakan bus ajaib. Penn menuturkannya sebagai sebuah buku, bab demi bab dilalui sampai dia tiba di Alaska. Dengan adegan flashback sebagai gambaran perjalanan yang dilaluinya. Banyak kejutan yang menantinya. Namun kejutan tidak mesti hal yang baik. Dia sempat mengalami beberapa mimpi buruk termasuk terkena bencana selama perjalanan. Mungkin sebelum menelusuri film ini lebih dalam, ada baiknya untuk tidak membaca resensi ini lebih lanjut sebelum menontonnya. Karena kejutan ini adalah yang paling menarik sepanjang film ini diputar—walaupun tidak akan terang-terangan menjelaskan semua twistnya.
Entah apa imajinasi yang Penn miliki, dia telah berhasil membuat sebuah tontonan yang menyentuh. Tidak terjebak untuk menjadi film cengeng seperti Armageddon, tetapi melalui perjalanannya itulah yang menyentuh setiap hati penonton. Banyak sekali perpisahan yang harus dihadapi Supertramp kita—melalui hubungan yang berhasil dibangun secara emosional dalam waktu beberapa hari. Begitu alami seperti bagaimana kita berpisah pada waktu sekolah menengah atas lalu. Dan Saya percaya hubungan singkatpun bisa bermakna dalam saat Anda tak punya siapa-siapa lagi. Durasi film ini memang tidak terlalu panjang untuk menggambarkan sebuah perjalanan yang relatif besar—Saya ingat bagaimana edisi bootleg cut Almost Famous lebih efektif dibanding versi bioskopnya dengan durasinya yang lebih panjang—, hubungan mereka sudah cukup jelas. Bahkan dengan memakan waktu yang tidak lama, Supertramp sudah terlihat seperti keluarga dengan Rainey dan Jan. Dan semua memori itu memang terputar kembali ketika seseorang sedang kesepian.
Into the Wild menceritakan sebuah pengalaman luar biasa dari almarhum Supertramp asli. Lebih besar daripada sebuah kehidupan. Bukan melintasi dunia atau menaiki sebuah kayak dan dipukuli petugas kereta api yang kita bicarakan sekarang, tetapi sifat manusia. Banyak sekali pelajaran dan kebenaran yang bisa dia termasuk penonton petik dari tindakan melencengnya sebagai seorang lulusan universitas bergengsi—sebenarnya dia bisa saja bekerja setelah wisuda, tetapi ini adalah pilihan hidupnya. Dia belajar untuk menyatu bersama alam, dijebak alam dan menembaki moose yang diakui menurut catatan hariannya sebagai yang mimpi buruk terparah yang pernah dialaminya.
Apa yang dituturkan di sini adalah sebuah film mengenai perjalanan seseorang. Bukan cerita yang seperti dibuat penuh konflik dan skema emosi. Namun sebuah perjalanan kea lam liar yang berdiri sendiri. Jadi wajar bila Anda menemukan adegan-adegan tidak berhubungan—jika frase ‘tidak penting’ dirasa terlalu kasar untuk itu—dengan alur keseluruhan dan endingnya. Ini adalah apa yang dilalui sang remaja pemberontak. Adegan nyaris seksnya dengan Tracy dan seks beberapa detik Rayne dan Jan sebagai contoh. Bagi yang sedikit sensitif dengan adegan itu, tidak akan menerimanya. Tetapi apakah pembicaraannya dengan Ron Franz empat mata yang mengharukan itu berhubungan dengan cerita keseluruhan? Saya rasa tidak demikian. Tetapi itulah apa yang dialami Supertramp. Dan bagaimana dengan gaya duduk konyol seperti anak kecil sang ayah dibalik tingkah lakunya yang menyeramkan? Saya tidak yakin, yang Saya tahu adalah kekerasan yang dilakukannya.
Film ini sangat menyihir. Selain karena ceritanya, akting aktor-aktrisnya memuaskan. Siapa yang tidak kasihan melihat curahan hati Hal Hoolbrook? Itu bagian yang paling mengharu biru sepanjang film. Dia pantas-pantas saja menerima nominasi oscar untuk perannya itu. Dan satu lagi adalah akting Emile Hirsch sebagai tokoh paling utama yang menunjukkan bahwa dia adalah aktor potensial—mungkin suatu saat jika The Departed 2 jadi dibuat, dan menceritakan masa muda seperti pada Infernal Affairs 2, Emile Hirsch adalah pilihan paling tepat untuk Billy Costigan muda. Ia mampu memerankan sebuah remaja intelek dengan semangat muda. Sebuah pribadi yang betul-betul nyata. Ini sebuah pesan yang bisa dipetik. Kasih sayang orang tua seperti ini tidak selamanya membuat sang anak senang. Dia pun bisa dibuat marah oleh mereka.
Daging dari film ini sangat inpiratif. Siapa tahu suatu saat Saya akan berhenti mengkritik film untuk sementara dan melakukan perjalanan ke Alaska. Siapa tahu? Bukan itu maksud Saya—memang sebagian ada benarnya. Ini membantu untuk mengerti watak manusia yang dalam perkumpulannya itulah bisa menyebabkan perpecahan. Dan Supertramp sudah muak melihat itu. Menyatu dengan alam? Kalau saja semua orang mau melakukan seperti apa yang Supertramp lakukan, itu akan memperlambat pemanasan global dan menjadi bodoh untuk sementara. Satu hal lagi, vokalis Pearl Jam, Eddie Vedder, membuat sesuatu yang mengena untuk musiknya. Tenang, damai, seperti hutan belantara yang hijau dengan aliran sungainya di daerah utara.
download filmnya via idws
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment